PANTAU LAMPUNG– Pengamat politik Rocky Gerung menilai penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai langkah balas dendam politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Rocky menyebut, langkah ini merupakan bentuk penghinaan terhadap Megawati yang telah memecat Jokowi dari karir politiknya.
“Jokowi benar-benar tersingkir dari panggung politik oleh orang yang membesarkan dia,” ujar Rocky dalam komentarnya.
Menurut Rocky, kasus yang menjerat Hasto dapat dilihat sebagai pintu masuk untuk melemahkan Megawati secara politik. Meski secara formal tampak sebagai kasus hukum, Rocky yakin latar belakangnya jauh lebih kompleks dan berhubungan dengan dendam politik Jokowi.
“Sebetulnya yang akan ditersangkakan itu adalah Megawati,” kata Rocky, menunjukkan bahwa Hasto hanyalah figur yang dijadikan sasaran dalam rencana yang lebih besar.
Rocky memprediksi bahwa jika Hasto benar-benar ditangkap, kasus ini akan memicu peristiwa politik besar yang bisa mengguncang peta politik Indonesia. Ia menilai bahwa langkah hukum ini lebih dari sekadar proses peradilan biasa, melainkan bagian dari taktik untuk menekan PDIP, terutama Megawati.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. KPK mengungkapkan penetapan tersangka ini setelah ekspose perkara yang dipimpin oleh Setyo Budiyanto, pimpinan KPK yang baru, pada 20 Desember 2024. Sebelumnya, ekspose tersebut sempat tertunda sehari karena hanya dihadiri oleh dua pimpinan KPK sebelumnya, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan pada 23 Desember 2024 mencantumkan Hasto sebagai tersangka bersama dengan buronan Harun Masiku. Keduanya diduga terlibat dalam kasus suap yang bertujuan untuk memengaruhi hasil pemilu dengan mengatur Komisioner KPU.
Hasto disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b serta Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20/2001, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.***