PANTAU LAMPUNG — Kasus uang palsu yang diproduksi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mengungkap fakta mengejutkan: uang palsu tersebut sempat beredar di Pilkada Kabupaten Barru. Salah satu dari 17 tersangka yang terlibat dalam kasus ini bahkan pernah berniat maju dalam Pilkada, namun gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari partai politik.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, mengonfirmasi bahwa uang palsu tersebut direncanakan untuk digunakan dalam praktik politik uang di Pilkada Barru. “Uang yang dicetak ini akan digunakan untuk itu (politik uang di Pilkada), tapi rencana tersebut batal karena tidak ada partai yang mengusung,” jelas Yudhiawan.
Mesin Pencetak Uang Palsu Dihadirkan dari Tiongkok
Polisi juga mengungkapkan bahwa mesin pencetak uang palsu yang digunakan di kampus UIN Alauddin Makassar didatangkan langsung dari Tiongkok dengan harga mencapai Rp600 juta. Mesin canggih ini digunakan untuk memproduksi uang palsu dalam jumlah besar.
Dalam pengungkapan kasus ini, Polda Sulawesi Selatan menyita 98 barang bukti yang terkait dengan sindikat uang palsu. Di antara barang bukti tersebut terdapat ratusan lembar uang palsu dari Korea Selatan dan Vietnam, serta uang palsu Rupiah dari berbagai tahun emisi. Selain itu, penyidik juga menyita surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposito Bank Indonesia yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
17 Tersangka Ditahan, Terancam Hukuman Berat
Polda Sulsel telah menetapkan 17 tersangka yang terlibat dalam produksi uang palsu ini. Mereka adalah individu-individu yang berperan dalam kegiatan ilegal di Kampus II UIN Alauddin, Makassar, Kabupaten Gowa. Para tersangka, yang terdiri dari berbagai latar belakang, kini terancam hukuman penjara antara 10 tahun hingga seumur hidup, dengan jeratan Pasal 36 ayat 1, 2, dan 3, serta Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.***