PANTAU LAMPUNG – Lembaga Konservasi 21 (LK 21), sebuah organisasi non-pemerintah, telah meluncurkan alat pembakar sampah yang menghasilkan minimum asap. Alat inovatif ini telah melalui berbagai uji coba selama dua tahun terakhir dan menjadi alternatif signifikan dalam penanganan masalah sampah di Provinsi Lampung.
Direktur LK 21, Edy Karizal, menjelaskan bahwa alat ini dinamakan Incenerator Minimum Carbon 21 (IMC 21). Alat ini dirancang untuk membantu penanganan sampah di desa-desa dan kelurahan, sehingga ke depannya, kabupaten dan kota tidak perlu lagi membangun Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) karena sampah dapat diolah secara efisien di setiap lokasi.
“IMC 21 sangat cocok untuk daerah-daerah pesisir, di mana pencarian bahan bangunan seperti bata dan pasir sering kali menjadi kendala. Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran ini dapat menggantikan kebutuhan tersebut. Alat ini juga mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk pengembangan desa iklim,” ungkap Edy dalam pernyataan kepada wartawan pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Edy menambahkan bahwa alat pemusnah sampah ini tidak hanya dapat mengolah sampah basah dan kering, tetapi juga menghasilkan asap cair yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dan pupuk cair dalam pertanian, berguna untuk mengatasi serangan hama seperti wereng dan kutu putih.
“Hasil pembakaran sampah berupa abu dapat digunakan dalam pembuatan paving block atau panel beton. Campuran abu dengan semen menghasilkan produk yang lebih ringan, lebih keras, tahan lama, dan anti lumut, sehingga berpotensi menjadi produk dengan nilai ekonomi yang tinggi,” jelasnya.
Edy juga menekankan bahwa penciptaan alat ini didasari oleh kepedulian terhadap masalah sampah yang selama ini menjadi tantangan bagi masyarakat dan pemerintah, terutama karena kurangnya solusi konkret untuk mengurangi volume sampah.
“Kami ingin meminimalkan dampak atau emisi dari proses pembakaran, yang merupakan cara efektif untuk mengurangi sampah yang tidak dapat didaur ulang. Sampah tersebut umumnya sudah tercampur antara organik dan anorganik, yang membuat pemilahan menjadi sangat sulit,” tambahnya.
Permasalahan sampah yang mengganggu banyak pihak adalah bagaimana mengelola sampah yang tidak dapat dipilah dan diolah, yang jumlahnya lebih dari 80%. Sementara itu, sampah yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali biasanya tidak menjadi masalah karena memiliki nilai ekonomi, yang membuatnya dicari oleh pemulung.
“Sampah yang lebih dari 80% menjadi tantangan utama hingga saat ini, dan belum ada solusi yang murah serta ramah lingkungan. Oleh karena itu, LK 21 berkomitmen untuk menciptakan alat pemusnah sampah yang emisinya minimum sebagai solusi penanganan sampah di masing-masing wilayah,” tutup Edy.***