PANTAU LAMPUNG – Benteng Vrederburg menjadi bukti kecerdikan penjajah Belanda dalam memanipulasi Kesultanan Yogyakarta, khususnya Sri Sultan Hamengku Buwono I yang turut berjasa membangun benteng tersebut.
Pada tahun 1760, atas permintaan Gubernur Belanda Nicholaas Harting, Sri Sultan Hamengku Buwono I memulai pembangunan Benteng Vrederburg dekat keraton. Harting alasan bahwa benteng itu akan membantu menjaga keamanan keraton dengan bantuan tentara Belanda, padahal tujuannya sebenarnya adalah mengawasi aktivitas di keraton.
Sri Sultan HB I, tanpa menyadari niat sebenarnya Belanda, memerintahkan rakyatnya membangun benteng. Ia mengira Belanda benar-benar membantu menjaga keamanan. Bahkan, ia ikut memberi nama keempat sudut benteng tersebut.
Awalnya, benteng ini sederhana dengan tembok tanah liat dan tiang kayu. Namun, Gubernur Belanda W.H Van Ossenberg meminta pembangunan permanen untuk meningkatkan keamanan sekitar keraton.
Desain dan pembangunan benteng diserahkan kepada arsitek Belanda, Ir. Frans Haak. Setelah selesai pada tahun 1767, benteng ini diberi nama Rustenberg, yang kemudian diubah menjadi Vrederburg setelah gempa tahun 1867.
Meskipun berdiri di tanah Kesultanan Yogyakarta, pengelolaannya dilakukan langsung oleh penguasa Belanda dari 1760 hingga 1788. Kemudian, VOC menguasainya hingga 1811, dan setelah itu berpindah-pindah penguasa hingga Jepang mendudukinya pada tahun 1942.
Setelah kemerdekaan Indonesia, benteng ini menjadi museum sejak tahun 1992. Kini, Benteng Vrederburg menjadi saksi bisu dari sejarah perjuangan Indonesia dengan koleksi yang mencakup peristiwa-peristiwa penting, mulai dari perang Diponegoro hingga kemerdekaan.****