PANTAU LAMPUNG – Menyikapi polemik yang muncul terkait maskot Pilkada Bandar Lampung, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandar Lampung menyampaikan permohonan maaf dan berjanji akan mengganti desain maskot tersebut. Permohonan maaf ini disampaikan oleh Pelaksana Harian (Plh) Ketua KPU, Hamami, pada Selasa, 21 Mei 2024.
Lomba Maskot dan Jingle Pilkada
KPU Kota Bandar Lampung menggelar lomba Maskot dan Jingle Pilkada Serentak Tahun 2024, yang diumumkan pada 26 Maret 2024 melalui pengumuman Nomor 328/HM.02.Pu/1871/2024 dan dipublikasikan melalui media sosial resmi KPU Kota. Lomba ini terbuka untuk masyarakat umum dengan tema mengangkat kearifan lokal. Penetapan pemenang dilakukan melalui penjurian oleh dewan juri yang terdiri dari akademisi, seniman, dan anggota KPU yang membidangi sosialisasi dan partisipasi masyarakat. Rapat pleno KPU Kota Bandar Lampung pada 4 April 2024 menetapkan pemenang lomba.
Kriteria Penilaian
Penilaian maskot didasarkan pada beberapa indikator, yaitu karakteristik dan keindahan gambar, kesesuaian filosofi dengan gambar, kreativitas, informatif, tema Pilkada, serta ciri khas/kearifan lokal Kota Bandar Lampung. Logo atau atribut KPU yang komunikatif juga menjadi faktor penilaian. Dari 17 peserta lomba maskot dan 11 peserta lomba jingle, dewan juri menetapkan Rudi sebagai juara I lomba maskot, Cholid Munir sebagai juara II, dan Hari Saputra sebagai juara III.
Kontroversi Maskot
Maskot Pilkada yang dipilih berbentuk kera yang memakai tumpal dan sarung tapis khas Lampung, memegang surat suara di tangan kiri dan paku di tangan kanan dengan ajakan Ayo Bandar Lampung Kita Memilih. Kera dipilih karena merupakan fauna resmi Kota Bandar Lampung, sementara tumpal dan tapis melambangkan kearifan lokal Lampung.
Namun, desain ini menuai kritik karena dianggap tidak sesuai dengan nilai dan kepantasan pakaian adat Lampung. Kami mohon maaf jika penggunaan atribut adat Lampung pada maskot dipandang tidak sesuai dengan nilai dan kepantasan berpakaian adat Lampung. Penggunaan atribut adat pada maskot tidak dimaksudkan untuk menghina, merendahkan, ataupun melecehkan masyarakat adat Lampung,kata Hamami.
Langkah Selanjutnya
KPU Kota Bandar Lampung memutuskan untuk menghentikan penggunaan maskot tersebut dan akan melakukan perubahan atau perbaikan desain, khususnya dalam penggunaan atribut adat Lampung, setelah mempertimbangkan masukan dan saran dari berbagai pihak, termasuk lembaga adat Lampung.
Dengan demikian, KPU berkomitmen untuk menciptakan maskot yang lebih sesuai dan diterima oleh seluruh masyarakat Lampung.***