PANTAU LAMPUNG —Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 diprediksi akan menjadi ajang pertarungan sengit, termasuk di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung. Ajang demokrasi lima tahunan ini diketahui menuntut biaya yang sangat besar untuk bisa bersaing.
Dilaporkan bahwa untuk maju sebagai kandidat di Pilgub Lampung, dibutuhkan modal lebih dari Rp100 miliar. Dana sebesar itu diperlukan bukan hanya untuk kampanye dan sosialisasi, tetapi juga untuk melobi agar mendapatkan surat rekomendasi dari partai politik pendukung.
Kabarnya, harga satu kursi partai politik di DPRD Lampung bisa mencapai Rp500 juta. Jika dikalikan dengan jumlah kursi yang diraih partai pada pemilihan legislatif lalu, maka jumlahnya akan menjadi mahar politik yang harus dibayar oleh kandidat. Angka ini bisa melonjak lebih tinggi jika kandidat menggunakan jalur tidak resmi atau jika rekomendasi tersebut diincar oleh banyak kandidat, yang berujung pada sistem lelang.
Selain itu, dukungan dari organisasi massa besar juga memerlukan mahar tersendiri. Organisasi ini penting karena mereka memiliki kader militan yang biasanya patuh pada pimpinan, sehingga dukungan mereka bisa menjadi faktor penentu kemenangan.
Fenomena mahar politik inilah yang sering disebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu penyebab maraknya korupsi di daerah. Ketika terpilih sebagai gubernur, kandidat harus memikirkan cara untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama Pilkada.
Dukungan dari pengusaha dapat meringankan beban biaya ini, namun hal tersebut juga menimbulkan kekhawatiran terkait potensi konflik kepentingan dan korupsi di masa depan.***