Oleh Apriyan Sucipto, SH, MH
Wakil Sekretaris TP Sriwijaya Pengda Provinsi Lampung
Penggunaan fungisida dan herbisida di kawasan hutan, secara berlebihan dapat menyebabkan tanaman rusak dan membuat tanaman hidup tidak normal. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan, yang mengakibatkan kematian pada bakteri-bakteri di sekitar, karena senyawa kimia ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
Bahaya, pestisida bagi tanah diantaranya adalah merusak unsur hara yang ada dan terkandung di dalam tanah sehingga, tanah tidak lagi subur, serta rawan abrasi dan dapat mengakibatkan longsor, karena sumber penyubur alami tanah mati sehingga tanaman sekitar tidak subur dan rusak.
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebih dapat menyebabkan tanah tercemar, pestisida dan pupuk tersebut akan terserap ke dalam tanah sehingga membuat tanah menjadi tidak subur.
Bahaya pestisida bagi kehidupan diantaranya, pemakaian pestisida berlebih dapat mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam rantai makanan dapat menimbulkan macam macam penyakit, misalnya kanker, mutasi, bayi lahir cacat dan CAIDS.
Dampak penggunaan pestisida yang tinggi di lingkungan pertanian dan kehutanan, yakni sebagai berikut: Munculnya hama dan penyakit, hilangnya plasma nutfah, punahnya sebagian predator dalam ekosistem dan resistennya organisme pengganggu tanaman.
Contoh-contoh senyawa kimia yang termasuk fungisida sebagai berikut :
1. Benomil,
2. Difenokonazol,
3. Karbendazim,
4. Matalaksil,
5. Propikonazol dan
6. Triadimefon
Pencemaran tanah dapat terjadi karena penggunaan pestisida secara berlebihan, penggunaan pestisida yang berlebihan akan mengakibatkan PH tanah turun, tanah menjadi asam sehingga kesuburannya menurun, selain itu kandungan pestisida yang beracun akan mengendap di tanah berbahaya jika terjadi kontak dan kontaminasi dengan Manusia.
contoh, pada tahun 2022-2023 ini lroduksi tanaman kopi di provinsi Lampung mengalami penurunan drastis, hal ini disebabkan karena selain faktor cuaca, faktor tanah tidak lagi subur dan bergantung pada pupuk kimia.
Tanaman kopi di Lampung banyak berada di kawasan hutan lindung, yakni di beberapa register kawasan hutan yang berada di beberapa kabupaten, yakni Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu, Way Kanan, dan Lampung Utara.
Melalui skema perhutanan sosial, izin pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKM), masyarakat mendapatkan akses untuk melaksanakan pengelolaan di kawasan hutan.
Menurut data dari BPS, produksi kopi di provinsi Lampung pada tahun 2022 sebesar 124,5 ribu ton, sedangkan pada tahun 2023 drastis turun produksinya lebih dari 60 % jumlah produksi dari tahun sebelumnya, hal ini mengakibatkan harga kopi yang naik, karena jumlah produksi kopinya yang menurun.
Dapat disimpulkan bahwa, penggunaan pestisida dan fungisida pada tanaman di kawasan hutan dan lahan pertanian tidak mencerminkan ramah lingkungan (Ecofriendly) dan tidak lestari. Hal ini harus menjadi fokus prioritas pemerintah, agar segera membuat Regulasi dan Kebijakan untuk Melarang dan/atau Membatasi Penggunan Pestisida dan Fungisida, demi keberlangsungan dan kelestarian, serta menjaga ekosistem kawasan hutan dan lahan pertanian”.
(*)