SEMARANG, Pantaulampung.com– Perupa Semarang Gagoek Hardiman menghelat pameran bertajuk: Gelar Karya Merdeka Menggambar. Pameran menaja puluhan karya lukisan besar kecil dan juga beberapa bingkai kliping catatan perjalanan ini ditaja di Tan Artspace, Jalan Papandayan 11 Gajahmungkur, Semarang.
Ketua Semarang Sketchwalk (SSW) Ratna Sawiitri mengatakan, sangat bangga dan mengapresiasi semangat Mbah Gagoek dalam berkarya sekaligus mempertanggungjawabkannya dalam pameran. “Pameran ini masuk dalam bingkaiThe Arisan Series ini yang merupakan program dari SSW. Program ini sebagai pemantik setiap anggota SSW berpameran, “ ujar Nana dalam pengantarnya
Gelar karya tunggal ke -3 Mbah Gagoek sapaan akrab Profesor Gagoek Hardiman ini dibuka oleh Ketua Majelis Badan Akreditasi Nasional – Perguruan Tinggi (BAN –PT) Nasional Prof. DR. Imam Buchori, Minggu (20/08/2023) akan berlangsung hingga 01 September 2023.
Imam Buchori sangat mengapresiasi semangat dan produktivitas berkarya pak Gagoek Hardiman seniornya. “Saya selalu mengikuti banyak hal yang dilakukan pak Gagoek. Tetapi saya tidak seproduktif beliau. Saya menggambar kalau diajak saja,” ujarnya sebelum membuka pameran.
.Pengamat Seni Rupa Bambang Iss Wirya mengatakan, Mbah Gagoek bukan saja menggelar karya lukis tetapi lebih dari itu. Dia juga memamerkan memorabilia berupa karya kenangan tulisan perjalanan lengkap dengan foto-foto karyanya sendiri. Dalam gelar karya Mbah Gagoek menaja senirupa terapan sebagai ilustrasi untuk buku.
“Mbah Gagoek sebagai arsitek bukan saja membuat sket bangunan, tapi juga lebih banyak menggambar obyek di luar tataran akdemisnya, smisal; flora, fauna, figure dan lainnya,” ulas Bambang Iss dalam gelaran artis talk.
Perupa cum akademisi Gagoek Hardiman ini memilih tema gelar karyanya “Merdeka Menggambar” alasannya, dia menggambar sesuka hati, sebisanya, tidak memperdulikan apakah hasilnya bagus atau tidak yang penting hati senang. Mbah Gagoek menggambar sesuka hati, seadanya, tidak mengkhususkan obyek dan gambar tertentu.
“Saya tak pernah memikirkan startegi, teori atau apa pun obyek yang daya gambar. Jauh-jauh ke Kota Lama saya hanya menggambar semut yang bertengger di Gedung Marabunta,” ujarnya berseloroh tanpa beban.
Sedangkan gelar karya ini mempresentasikan tentang ; “Gambar Ilustrasi terapan”. Ditegaskannya, bukan sketsa bukan lukisan hanya gambar saja yang memviisualisasikan obyek apa adanya. Gambar yang dihasilkan antara lain dimanfaatkan sebagai buku arsitektur, kalender, mural, kartu pos , kaos, tas dan banyak lagi. “Gambar-gambar saya banyak dimanfaatkan dan diterapkan benda-benda pakai. Pokoknya saya merdeka menggambar dan memanfaatkannya,” ujar Mbah Gagoek yang doyan guyon.
Dalam pameran ini juga digelar buku : “Arsitektur Pecinan Semarang, Arsitektur Gereja Bintaran Yogya. Dan juga buku tentang Masjid Patoknegoro Yogya. “Saya menyusun buku itu bersama tim. Tetapi yang dipamerkan hanya gambar saya. Sedangkan buku lengkapnya juga digelar dalam pameran,” babar Mbah Gagoek.
Mbah Gagoek pelukis yang l ow profil dan rendah hati ini mengatakan pamerannya bukan gelar pelukis profsional tetapi memanfaatkan anugerah Allah. “ Senyampang mata masih bisa jelas memandang. Otak masih bisa mencerna obyek.Jari tangan masih bisa berkoordinasi dengan mata dan otak untuk menggambar yang bebas dan merdeka tanpa pretensi,” tandas Mbah Gagoek.
Helat gelar karya ini, lanjut Mbah Gagoek, juga sebagai ucapan syukurnyanya memasuki usia 70 tahun, sekaligus purna tugas regulernya. Menggambar bagi Mbah Gagoek merupakan kegiatan yang paling disenangi. Dengan menggambar bisa mendapat banyak teman sehobi. Terkadang juga bisa menyenangkan orang lain dengan membagikan karyanya.
“Isaku nggambar iki elek yo ben sing penting dengan menggambar hati senang, gembira dan membuat sisa hidup ini jadi sangat berarti,” ujar Mbah G mengudar prinsipnya berkarya.
Mbah G menambahkan tujuannya berpameran juga ingin ikut meramaikan jagad seni rupa di Kota Semarang. Pameran juga merupakan sebentuk tanggungjawab dan barometer bagi seniman dalam berkarya. “Bagi saya pribadi pameran ini juga merupakan uji nyali. Artinya, berani menampilkan karya di depan audien, tak hanya disimpan dilaci saja. Dan harapannya tentu mendapat respon mendapat kritikan dan saran dari karya-karya yang disajikan,” ujar Mbah Gagoek dalam sebuah perbincangan.
Pengamat Seni Rupa Aryo Sunaryo mengaku salut dengan kegigihan, ketekunan, ketelitian, dan semangat yang pantang surut atas keasyikan menggambar yang dimiliki mbah Gagoek.
“Merdeka berkarya sesuai yang disuka. Karya-karya hasil pengamatan yang cermat diabadikan dalam buku-buku yang informatif dan menggairahkan. Semangat dan ketekunannya layak menginspirasi bagi kawula muda yang gemar ilustrasi dan kegiatan seni,” ujar Aryo Sunaryo.
Menurut Aryo Sunaryo subyek karyanya dikerjakan secara realistis yang mudah dipahami oleh khalayak. Bagi Mbah Gagoek gambar atau lukisan sebagai sarana komunikasi sebagai “transfer of feeling” – meminjam istilah Tolstoy –, daripada ekspresi bebas liar pemuas batin pembuatnya saja atau yang dengan tujuan lain.
Apa yang dipikirkan dan dirasakan serta yang menarik perhatiannya diungkapkan tanpa prasangka sebagaimana adanya, dan diharapkan orang lain kejangkitan perasaan yang sama.
“Jadi kalaulah orang punya penafsiran dan kemudian merasakan hal yang berbeda dengan apa yang diungkapkan perupanya, tak mengapa. Bukankah setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda?. Semoga semangat berkarya Mbah Gagoek menginspirasi banyak orang,” pungkas Aryo Sunaryo.
(*)